.quickedit{display:none;}

Halaman

It's not about mitos, but it's about the fact

Kamis, 21 November 2013

Atlantis Yang Hilang


Plato (427-347) SM menyatakan bahwa puluhan ribu tahunlalu telah terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagain permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.
Penelitian yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut dengan Indonesia. Setelah melaukan penelitian selama 30 tahun, ia membuat sebuah buku yang bernama “Atlantis , The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato‘s Lost Civilization (2005). Santos menampilkan 33 perbandingan seperti cuaca, luas wilayah, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasiasi sawah yang khas Indonesi, menurutnya adalah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Mexico.

INDONESIA BAGIAN DARI ATLANTIS?
          Bukan kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadjamelalui UU No. 44 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa Indonesia dengan perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah Nusantara. Fakta itu kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk pada penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu, wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang.


Santos menetepakn bahwa pada masa lalu itu, Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatera, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif yang dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, yang terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
          Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa tiu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (es Pleistocene). Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunug berapi secara bersamaan yang sebagian bear terletak di wilayah Indonesia (dahulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air yang berasal dari es yang mencair. Di antaranya adalah letusan Gunug Meru di India Selatan dan Gunung Mahameru di Jawa Timur. Lalu, letusan gunung berapi di Sumetra yang membentuk Danau Toba dengan Pulau Samosir, yang merupkan puncak gunung yang meletus pada masa itu. Letusan yang paling dahysat di kemudian hari pada masa itu adalah pada saat letusan Gunung Krakatau yang memecah bagian Sumatera dengan Jawa dan yang lainnya, serta membentuk Selat di dataran Sunda, yang disebut dengan Selat Sunda (selat yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa).
         
Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalia (Portugis), Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atalantis pada masa itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu dan teknologi, seta yang lainnya. Palto menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Di mana pada masanya, Plato bersikukuh menyatakan bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) saja secara menyeluruh.
Ocean sendiri berasal dari kata Sanskrit Ashayana yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan Stephen Hawking. Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya sehingga mengakibatkan tekanan luar kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya, Heinrich Events.
Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak palto telah melakukan dua kekhilafan. Pertama, mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samuder ATlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian milier Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbuki tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena asa peribahasa yang berbunyi, “Amicus Plato, sed magis amica veritas”, yang berarti “Saya senang kepada Plato, tetapi saya lebih senang kepada kebenaran”.
Namun ada beberapa keadaan di masa kini yang dimana antara Plato dan Santos memiliki pendapat yang sama, yakni pertama bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan bahwa Atlantis itu adalah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunug berapi di Indonesia di antaranya, Gunung Kerinci, Gunung Talang, Gunung Krakatau,Gunung Malabar, Gunung Galunggung, Gunung Pangrango, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Semeru, Gunung Bromo, Gunung Agung, Gunung Rinjani dan sebagian gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistem kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekasi penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.

Bahwa Indonesia adlah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris dari benua Atlantis, tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya adalah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagamana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat mengatasinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar